Perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia sangat
memprihatinkan, karena rendahnya penguasaan teknologi dan kemampuan sumber daya
manusia Indonesia untuk berkompetensi secara global. Indonesia adalah sebuah
negara dengan sumber daya alam yang melimpah.
Namun masih rendahnya kemampuan anak
Indonesia di bidang matematika, mereka beranggapan bahwa pembelajaran
matematika itu sulit, serta kurangnya jumlah pengajar yang mengikuti
perkembangan matematika. Sekarang di Indonesia sudah ada wadah yang peduli pada
pelajaran matematika, namanya yaitu YPMI (Yayasan Peduli Matematika Indonesia)
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran
matematika di SD, SMP, SMA di Indonesia. Dalam kemajuan pembelajaran matematika
sekarang belum mampu menciptakan pemetaan kemampuan siswa di bidang matematika
antar sekolah maupun antar daerah, serta menghasilkan siswa-siswi yang memiliki
kemampuan istimewa di bidang matematika. Sebaiknya pihak sekolah, guru, siswa
dan pemerhati pendidikan, pemerintah, lebih peduli pada pembelajaran matematika
di Indonesia sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi kemajuan
pembelajaran matematika di Indonesia.
Matematika dikenal sebagai ilmu dasar,
pembelajaran matematika akan melatih kemampuan kritis, logis, analitis dan
sistematis. Tetapi peran matematika tidak hanya sebatas hal tersebut, seperti
bidang lain, seperti fisika, ekonomi, biologi tidak terlepas dari peran
matematika. Tetapi kemajuan ilmu fisika itu sendiri tidak akan tercapai tanpa
peran matematika dan perkembangan matematika itu sendiri.
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”,
yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini
banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-wholistik, yang menempatkan
siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi
oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa
mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti bahan-bahan
cetak, program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya, sehingga semua itu
mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar
mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator
dalam belajar mengajar (Sanjaya, 2008).
Dalam istilah “pembelajaran” yang lebih
dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subyek belajar yang memegang
peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar
mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual
mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian kalau dalam istilah “mengajar
(pengajaran)” atau teaching menempatkan guru sebagai “pemeran utama”memberikan
informasi, maka dalam “instruction” guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator, me-manage berbagai sumber dan fasilitas untuk
dipelajari siswa. Mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, di mana peran
guru lebih ditekankan pada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai
sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaaatkan siswa
dalam mempelajari sesuatu (Sanjaya, 2008).
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses
penambahan informasi dan kemampuan baru. Dewasa ini terjadi perubahan paradigma
pembelajaran dari yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjamin terlaksananya
pembelajaran bermakna para peserta didik, didorong membangun sendiri
pemahamannya, dan guru berperan sebagai fasilitator. Guru bukanlah satu-satunya
sumber pengetahuan bagi peserta didik. Sumber pengetahuan tersebut sesunguhnya
demikian banyak dan semuanya berada dalam lingkungan sekitar. Sehingga peserta
didik dituntut lebih aktif dan kreatif dalam belajar.
Kreatifitas pembelajaran matematika di
Indonesia ini perlu terus dikembangkan, karena itu matematika mesti diajarkan
secara menarik dan terhubung dengan dunia nyata sehingga siswa senang.
Metoda-metoda dan strategi pembelajaran yang
sudah diterapkan di Indonesia begitu banyak, namun belum optimal dalam
pelaksanaannya. Sehingga guru pun masih bingung untuk menerapkan metode
pembelajaran yang baik untuk peserta didiknya.
Tujuan pembelajaran matematika adalah
terbentuknya kemampuan bernalar pada siswa yang tercermin melalui kemampuan
berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur,
disiplin, dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika
maupun bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, keadaan yang sebenarnya adalah belum
sesuai dengan yang diharapkan. Pembelajaran yang diterapkan hampir semua
sekolah cenderung text book oriented dan kurang terkait
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran matematika yang cenderung
abstrak, sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang
memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain pembelajaran yang
kreatif. Seperti metode yang digunakan kurang bervariasi, tidak melakukan
pengajaran bermakna, dan sebagai akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit
ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis. Pembelajaran
matematika hendaknya lebih bervariasi metode maupun strateginya guna
mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengatur berbagai
pembelajaran meruapakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan
yang direncanakan karena itu pemilihan metode strategi dari pendekatan dalam
mendesain model pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif yang
bermakna adalah tuntutan yang mesti dipenuhi para guru. Namun di
Indonesia ini para guru masih belum mampu dan mau menerapkannya. Sehingga
peserta didik hanya sering mendengarkan ceramah tanpa memperdulikan sebagian
peserta didik yang pemahamannya kurang dan sulit menangkap penjelasan guru.
Sehingga guru-guru tersebut perlu tindakan lain agar pembelajaran matematika
tersebut berkembang sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai.
Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih
menekankan pada peserta didik sebagai manusia yan memiliki potensi untuk
belajar dan berkembang. Berbagai pendekatan pembelajaran matematika selama ini
terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika alat yang siap pakai. Pandangan
ini mendorong guru bersikap cenderung memberitahu konsep/ teorema dan cara
menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran
siswa dan siswa menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa
menjawab soal dengan benar-benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan
atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana
asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan.
Keadaan demikian mungkin terjadi karena di
dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam
mengungkapkan ide-idenya dan alasan jawaban mereka. Perubahan cara berpikir
yang perlu diperhatikan sejak awal adalah bahwa hasil belajar siswa merupakan
tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi
secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya.
Pengalaman belajar akan terbentuk apabila siswa ikut terlibat dalam
pembelajaran yang terlihat dari aktifitas belajarnya.