Piaget dalam Banoeatmojo dan Bunarso,
(1979:12 ) berpendapat bahwa siswa usia 5-13 tahun berfikirnya masih pada tahap
operasional konkrit, sehingga siswa tidak akan memahami operasi logis dalam
konsep matematika bila tanpa menggunakan alat peraga. Tahap tahap berfikir anak
meliputi :
a. Tahap berfikir konkrit
Pada tahap ini siswa dalam belajarnya sangat
membutuhkan benda-benda konkrit untuk dapat menanamkan konsep matematika
b. Tahap berfikir semi konkrit
Pada tahap ini siswa dapat memahami sebuah
konsep bila dibantu dengan benda-benda semi konkrit. Misalnya untuk menjelaskan
3 buah mangga kita dapat menunjukkan kepada siswa 3 buah gambar
mangga.
c. Tahap berfikir semi abstrak
Dalam pembelajaran konsep matematika, tahap
ini siswa memerlukan alat peraga tiruan. Misalkan dalam pembelajaran nilai
tempat, kita dapat memberi warna hijau untuk ribuan, kuning untuk ratusan,
merah untuk puluhan dan warna putih untuk satuan.
d. Tahap berfikir abstrak
Pada tahap ini siswa sudah tidak memerlukan
bantuan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Dienes dalam Russefendi,
(1994:172) berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika yang
disajikan dalam bentuk konkrit akan lebih mudah dipahami dengan baik. Intinya
bahwa benda-benda/obyek-obyek dalam bentuk permainan sangat berperan bila
dimanipulasi dengan baik dalam pelajaran matematika.
Ada beberapa fungsi dari alat peraga antara
lain :
1) dengan peraga siswa akan gembira dan
timbul minat dalam mengikuti pembelajaran matematika.
2) dengan disajikannya
dalam bentuk konkrit, siswa pada tingkat yang lebih
rendah akan lebih memahami dan mengerti apa yang diajarkan.
3) anak menyadari
adanya hubungan antara pembelajaran dengan
benda-benda di sekitarnya
4) konsep-konsep abstrak
yang disajikan dalam bentuk konkrit, yaitu
model matematika dapat dijadikan obyek penelitian untuk ide-ide
baru dan relasi-relasi baru (Russefendi, 1997:227-228 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar