Rabu, 03 Januari 2018

Perkembangan Pendidikan Khususnya Mata Pelajaran Matematika di Indonesia

Perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia sangat memprihatinkan, karena rendahnya penguasaan teknologi dan kemampuan sumber daya manusia Indonesia untuk berkompetensi secara global. Indonesia adalah sebuah negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun       masih rendahnya kemampuan anak Indonesia di bidang matematika, mereka beranggapan bahwa pembelajaran matematika itu sulit, serta kurangnya jumlah pengajar yang mengikuti perkembangan matematika. Sekarang di Indonesia sudah ada wadah yang peduli pada pelajaran matematika, namanya yaitu YPMI (Yayasan Peduli Matematika Indonesia) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran matematika di SD, SMP, SMA di Indonesia. Dalam kemajuan pembelajaran matematika sekarang belum mampu menciptakan pemetaan kemampuan siswa di bidang matematika antar sekolah maupun antar daerah, serta menghasilkan siswa-siswi yang memiliki kemampuan istimewa di bidang matematika. Sebaiknya pihak sekolah, guru, siswa dan pemerhati pendidikan, pemerintah, lebih peduli pada pembelajaran matematika di Indonesia sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi kemajuan pembelajaran matematika di Indonesia.
Matematika dikenal sebagai ilmu dasar, pembelajaran matematika akan melatih kemampuan kritis, logis, analitis dan sistematis. Tetapi peran matematika tidak hanya sebatas hal tersebut, seperti bidang lain, seperti fisika, ekonomi, biologi tidak terlepas dari peran matematika. Tetapi kemajuan ilmu fisika itu sendiri tidak akan tercapai tanpa peran matematika dan perkembangan matematika itu sendiri.
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar (Sanjaya, 2008).
Dalam istilah “pembelajaran” yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subyek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian kalau dalam istilah “mengajar (pengajaran)” atau teaching menempatkan guru sebagai “pemeran utama”memberikan informasi, maka dalam “instruction” guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, me-manage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. Mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, di mana peran guru lebih ditekankan pada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu (Sanjaya, 2008).
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Dewasa ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran dari yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjamin terlaksananya pembelajaran bermakna para peserta didik, didorong membangun sendiri pemahamannya, dan guru berperan sebagai fasilitator. Guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan bagi peserta didik. Sumber pengetahuan tersebut sesunguhnya demikian banyak dan semuanya berada dalam lingkungan sekitar. Sehingga peserta didik dituntut lebih aktif dan kreatif dalam belajar.
Kreatifitas pembelajaran matematika di Indonesia ini perlu terus dikembangkan, karena itu matematika mesti diajarkan secara menarik dan terhubung dengan dunia nyata sehingga siswa senang.
Metoda-metoda dan strategi pembelajaran yang sudah diterapkan di Indonesia begitu banyak, namun belum optimal dalam pelaksanaannya. Sehingga guru pun masih bingung untuk menerapkan metode pembelajaran yang baik untuk peserta didiknya.
Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin, dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, keadaan yang sebenarnya adalah belum sesuai dengan yang diharapkan. Pembelajaran yang diterapkan hampir semua sekolah cenderung text book oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran matematika yang cenderung abstrak, sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain pembelajaran yang kreatif. Seperti metode yang digunakan kurang bervariasi, tidak melakukan pengajaran bermakna, dan sebagai akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis. Pembelajaran matematika hendaknya lebih bervariasi metode maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengatur berbagai pembelajaran meruapakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang direncanakan karena itu pemilihan metode strategi dari pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif yang bermakna adalah tuntutan yang mesti dipenuhi para guru. Namun di  Indonesia ini para guru masih belum mampu dan mau menerapkannya. Sehingga peserta didik hanya sering mendengarkan ceramah tanpa memperdulikan sebagian peserta didik yang pemahamannya kurang dan sulit menangkap penjelasan guru. Sehingga guru-guru tersebut perlu tindakan lain agar pembelajaran matematika tersebut berkembang sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai.
Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yan memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Berbagai pendekatan pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap cenderung memberitahu konsep/ teorema dan cara menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa dan siswa menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa menjawab soal dengan benar-benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan.

Keadaan demikian mungkin terjadi karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan ide-idenya dan alasan jawaban mereka. Perubahan cara berpikir yang perlu diperhatikan sejak awal adalah bahwa hasil belajar siswa merupakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar akan terbentuk apabila siswa ikut terlibat dalam pembelajaran yang terlihat dari aktifitas belajarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar